JAKARTA – Ketahanan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dalam menjaga kredit dan pencadangan kerugian terbilang cukup solid. Hal ini dibuktikan dengan rasio-rasio yang masih sehat di tengah ketidakpastian global.
Kendati BRI sebagai bank dengan portofolio terbesar di Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM), namun BRI tetap mampu menunjukkan performa yang prudent dengan rasio Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet yang tergolong rendah.
Sebagai catatan, penyaluran kredit kepada segmen UMKM BRI mencapai Rp 1.095,64 triliun hingga akhir Juni 2024. Jumlah itu setara 81,69% dari total penyaluran kredit BRI.
NPL Consolidated (gross) BRI disepanjang semester I-2024 berada di level 3,05% atau mendekati guidance 2024 BRI yang diekspektasikan kurang dari 3%.
Untuk segmen medium (menengah) dan korporasi, NPL mengalami penurunan pada periode semester I-2024 dibandingkan semester I-2023.
NPL segmen medium turun menjadi 1,75% dari 2,7% dan segmen korporasi juga menurun menjadi 3,07% dari 4,83%.
Sementara dari sisi rasio coverage berada di level lebih dari 211,6%, sehingga NPL BRI di cover cadangan lebih dari 2 kali lipat. Angka ini cenderung lebih tinggi dibandingkan 2019 (sebelum pandemi Covid-19) yang hanya berada di angka 154,63%.
“Sebagai bank yang memiliki portofolio terbesar di UMKM,NPL ini menunjukkan BRI mampu menerapkan risiko dengan baik, karena main di UMKM di situasi seperti ini adalah tidak mudah dan penuh tantangan saya kira NPL ini bukti bahwa pengelolaan kita baik,” ujar Direktur Utama Sunarso, dalam paparan kinerja semester-I, Kamis (25/7/2024).
Semakin tinggi NPL Coverage Ratio, maka perbankan akan semakin siap dalam menghadapi risiko memburuknya kualitas aset mereka.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa potensi peningkatan risiko kredit bank telah diantisipasi dengan pembentukan cadangan yang sangat memadai, penyaluran kredit yang hati-hati dan pengawasan dan monitoring kredit yang disalurkan.
Adapun rasio total CKPN terhadap total kredit restrukturisasi masih relatif tinggi yaitu 60,64% per Juni 2024. Ini menunjukkan bahwa perbankan senantiasa waspada dan mengantisipasi potensi memburuknya kualitas kredit yang direstrukturisasi seiring berakhirnya pelonggaran stimulus